@font-face { font-family: "zerro"; src: url(https://sites.google.com/site/amiengblog/kumpulan-fonts/zero.ttf) format("truetype"); } #header .title {

Prinsip hidup yang benar adalah

MENJADI 'ABDI TUHAN, BUKAN ABDI DUNIA APALAGI ABDI NEGARA.
Diberdayakan oleh Blogger.

Apa manfaat blog qalam pencerah?

Blog ini dibuat untuk menyalurkan hobi admin serta mempublikasikan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca.

Blogroll

Galeri

Minggu, 07 Februari 2016

Penegakan Hukum dan Keadilan dalam Perspektif Islam

Penegakan Hukum dan Keadilan
dalam
Perspektif Islam
(Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah)

Al-qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum islam mengatur secara jelas dan tegas mengenai penegakan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dan keadilan merupakan hal yang sangat strategis dan menentukan untuk menciptakan kehidupan yang baik antar masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum melalui lembaga-lembaga peradilan diharapkan masyarakat tidak melakukan hal-hal yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Syari’at islam memandang keadilan sebagai masalah yang sangat fundamental. Keadilan itu sendiri diformulasikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan kata al-adl (لْعَدْلِا) sebanyak 28 kali dan dengan kata al-qisth(الْقِسْطِ) sebanyak 25 kali yang mempunyai arti tidak berat sebelah, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Keadilan itu berada dalam berbagai lapangan kehidupan, seperti dalam bidang hukum, politik, sosial dan budaya, akidah dan lain-lain yang merupakan sumber ketenteraman dan kedamaian bagi ummat manusia.
Banyak sekali ayat dan hadis maupun qaul ‘ulama yang menjelaskan mengenai penegakan hukum dan keadilan ini
A.An-Nisaa’ ayat 58
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Penjelasan:
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan,
1.     Penguasa dan unsur-unsur penegak hukum harus orang-orang yang profesional dan berintegritas.
2.     Keputusan penguasa/ hakim harus tepat sasaran
3.     Penegakan hukum harus didasarkan pada nilai keadilan
4.     Semua perilaku penguasa dan hakim diketahui oleh Allah Subhanahu wata’ala
B.      ANNISA:135
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ  
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Penjelasan:
Ayat ini sejalan dengan dengan hadis Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam
“Seorang wanita di jaman Rasulullah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda : “Apakah kamu akan minta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza Wajalla?” Usamah lalu menjawab, “Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah.” Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya : “Amma ba’du. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang miskin maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila Fatimah anak Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya.” Setelah bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu”. (HR. Bukhari)

Dari ayat dan hadis di atas dapat kita fahami bahwa:
1.     Menegakkan keadilan merupakan  suatu kewajiban sebagaimana kaidah ushul fiqh hukum ashal dari perintah menunjukkan pada kewajiban
2.     Tidak keluar dari prinsip keadilan meskipun mendapat celaan atau pengaruh-pengaruh lain yang membuatnya bergeming dari keadilan
3.     Mengadili perkara sebagaimana mestinya meskipun terhadap keluarga ataupun kolega
4.     menjadi saksi dengan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya meskipun kesaksian itu ditujukan pada keluarga ataupun kolega tanpa pandang bulu
5.     Adanya prinsip equality before the law
6.     Hakim memberikan vonis dalam kondisi kejiwaan yang stabil
7.     Setiap perilaku hakim tidak luput dari pengetahuan Allah subhanahu wata’ala
C.     Shaad ayat 26
ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ  
Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Allah Swt menyatakan dengan firman-Nya ini kepada Nabi Daud yang menjadi khalifah dan representasi-Nya di tengah umat manusia sehingga dapat berperan sebagaimana para nabi sebelumya yang menyeru masyarakat kepada tauhid dan akhlak mulia.
Pada ayat ini, di samping meletakkan tanggung jawab risalah, Allah Swt juga membebani tugas peradilan dan menyelesaikan sengketa di antara masyarakat di atas pundak Nabi Daud As. Masyarakat membawa persoalan dan persengketaannya di hadapan Nabi Daud  dan  Nabi Daud mengadili persoalan tersebut lalu menyampaikan yang benar kepada mereka.
Kemudian Allah Swt melanjutkan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah.”
Ayat ini menandaskan bahwa tatkala menyelesaikan sengketa dan mengeluarkan hukum dan mengadili tidak berdasarkan kecendrungan pribadi. Dalam masalah menyelesaikan sengketa dan mengeluarkan hukum, ayat di atas menggunakan kata hak bahwa hukum dan peradilan harus berdasarkan kebenaran dan fakta yang ada sehingga tiada satu pun yang dizalimi dari dua pihak yang bersengketa.
Kalimat “Jangan mengikut hawa nafsu” menegaskan bahwa hawa nafsu dan pelbagai kecendrungan manusiawi berseberangan dengan kebenaran dan membuat orang berpaling dari jalur Ilahi sehingga harus dijauhi.
Kalimat ini dialamatkan kepada Nabi Daud As, padahal dikarenakan kedudukan maksum, sangat mulia dan suci dari bersandar pada kecendrungan-kecendrungan dan keinginan-keinginan pribadinya dalam menyelesaikan sengketa masyarakat.
Dalam hal ini harus dikatakan bahwa pertama, ayat berada pada tataran pensyariatan hukum Ilahi dan layak untuk mendapat penegasan. Kedua, peradilan dan menyelesaikan sengketa, merupakan salah satu hukum Ilahi dimana pada agama-agama samawi telah diperbaharui dan ditegaskan pada masa Nabi Daud. Tentunya hal ini tidak bertentangan dengan masalah kemaksuman seorang nabi. Karena adanya kemaksuman tidak menjadi dalil dicabutnya ikhtiar dari seorang maksum dan seorang maksum sebagaimana orang lain juga menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan. Namun kemaksuman tidak menjadi halangan munculnya penentangan. Dengan kata lain, kemaksuman tidak menjadi penghalang taklif bagi seorang maksum.
Namun sebagian ahli tafsir berkata bahwa Allah Swt memerintahkan Nabi Daud As untuk menghukumi berdasarkan kebenaran dan keadilan dan melarangnya untuk tidak mengikuti hawa nafsu merupakan peringatan bagi orang lain; artinya setiap orang yang memikul tugas melayani masyarakat maka yang harus menjadi panglima adalah kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Karena disebabkan oleh kemaksuman yang dimilikinya, sekali-kali Nabi Daud tidak menghukumi kecuali berdasarkan kebenaran dan tidak mengikuti kebatilan.
Akhir frase ayat ini adalah,
“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs. Shad [38]:26)
Secara umum adanya penegasan dan halangan dari kesesatan dan pelanggaran tugas Ilahi, entah itu berada pada posisi menyelesaikan persengketaan hukum, atau pelanggaran dosa besar yang akan menjadi sebab manusia layak mendapatkan azab. Sumber dan sebab seluruh kesesatan dan maksiat adalah kelalaian, berpaling dari hari kiamat dan pengingkaran terhadap hari perhitungan kelak di hadapan Allah Swt, mengabaikan dan melupakan perhitungan dan hukuman atas setiap maksiat, kesesatan dan penyimpangan di hari kiamat.
Dengan kata lain, kalimat ini merupakan dalil atas larangan mengikuti hawa nafsu.
Mengikuti hawa nafsu adalah faktor utama manusia lalai dan lupa akan hari perhitungan. Lupa akan hari kiamat buntutnya adalah azab yang pedih. Yang dimaksud lupa di sini adalah tidak mengindahkan akan hari kiamat.
Ayat ini menunjukkan bahwa tiada penyimpangan dan kesesatan dari jalan Allah, atau dengan kata lain tiada satu pun maksiat dari maksiat yang dilakukan terlepas dari lalai dan lupa dari hari perhitungan.Artinya bahwa akar seluruh maksiat dan pembangkangan itu adalah lalai dan lupa akan hari kiamat. 
D.     An-Nisaa’ ayat 105
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ  

Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat
Dalam ayat ini Allah SWT. memerintahkan untuk menjalankan hukum kepada manusia dengan benar dan adil. Keadilan yang dijalankan janganlah berlaku hanya untuk semasa umat muslim saja, akan tetapi juga diberlakukan kepada orang-orang yang berada di luar agama Islam.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan untuk bertanya kepada terdakwa yang merupakan salah satu alat bukti sebagaimana firmannya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. ([Al Hujuraat 6)

Lebih lanjut Allah SWT. memberikan penjelasan tentang bagaimana kita memutuskan satu perkara dengan adil dan benar. Allah mengisyaratkan agar menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dan rujukan terhadap setiap permasalahan yang dihadapi, agar keputusan yang dihasilkan sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Apabila hal tersebut tidak dijumpai dalam Al-Qur'an maka selesaikan dengan cara berijtihad dengan ketentuan dari Allah SWT.

Di akhir ayat, Allah menjelaskan larangan bagi orang yang beriman untuk menentang orang yang tidak membela orang orang yang telah berkhianat. Hal ini merupakan perbuatan zalim, sedangkan Allah sangat membenci perbuatan zalim dan menyukai perbuatan adil.

E.   Al-Maa’idah ayat 48
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
F. An-Nisaa’ ayat 129
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Kaitan dengan penegakan hukum, ayat ini memjelaskan tentang larangan Mencuri, korupsi maupun suap-menyuap. Ayat ini dipertegas dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Abu Hurairah radliyallahu ’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum”.(H.R Ahmad)
G.  Al-Furqon ayat 72
šúïÏ%©!$#ur Ÿw šcrßygô±o ur9$# #sŒÎ)ur (#rsD Èqøó¯=9$$Î/ (#rsD $YB#tÅ2 ÇÐËÈ  
72. dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Ayat diatas memberikan larangan memberikan keterangan/ kesaksian palsu. Ayat ini kemudian dipertegas oleh ayat lain yang artinya: “Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberikan keterangan) apabila mereka dipanggil.” (QS al Baqarah [2] : 282).
Saleh al-Fauzan dalam Fikih Sehari-hari berpendapat, seorang saksi haruslah menjelaskan apa yang telah ia saksikan dan ketahui. Kesaksian yang benar adalah sebuah kewajiban yang hukumnya fardu kifayah. Kemudian disebutkan bahwa memberi kesaksian atau keterangan palsu dikategorikan dalam kelompok dosa-dosa besar. Larangan menjadi saksi palsu juga disebutkan dalam sebuah hadis yang artinya:
Jauhilah tujuh macam dosa yang bertingkat - tingkat (besar), diantaranya ialah : 
1. Mempersekutukan Allah 
2. Sihir 
3. Membunuh diri yang diharamkan Allah kecuali dengan hak. 
4. Makan harta riba 
5. Makan harta anak yatim 
6. Lari dari peperangan 
7. Menuduh wanita yang berimana yang tidah tahu menahu dengna perbuatan buruk dengan apa yang difitnakan kepadanya.
(HR Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan:
Cukuplah kiranya ayat, hadis dan perkataan ulama diatas menjadi petunjuk bagi para penegak hukum untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Daftar bacaan:
1.     Terjemah Nailul Authar-imam assyaukani-jilid enam
2.     Terjemah tafsir ibnu katsir-ibnu hajar al-asqalaniy
3.     Etika hakim dalam penyelenggaraan peradilan-Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum.

0 komentar

Posting Komentar